CONTOH-CONTOH KASUS KEJAHATAN KOMPUTER BERDASARKAN PASAL-PASAL DALAM UU ITE
Kasus Pelanggaran UU ITE Pasal 27 Ayat 1
(Pornografi di Internet)
Contoh kasus berkenaan dengan Pasal 27 ayat 1 UU ITE dapat kita lihat pada kasus berikut dengan putusan Nomor 476/PID.Sus/2013/PN.Slmn. Pada surat keputusan tersebut telah menjatuhkan putusan kepada HERMAN JOSEPH bin IE HIE SOENG yang lahir di Yogyakarta tanggal 21 Mei 1966, menyatakan terdakwa HERMAN JOSEPH bin IE HIE SOENG terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan kejahatan “dengan sengaja dan tanpa hak mentransmisikan informasi elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan”.
Modus kejahatannya adalah saudara HERMAN JOSEPH bin IE HIE SOENG selaku pengelola warnet yang bernama BELLA NET menyediakan jasa pornografi yang menyajikan secara eksplisit ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan. Saudara HERMAN JOSEPH bin IE HIE SOENG menyimpan file-file berupa film dan gambar porno yang didapatkannya dari situs porno, sehingga user (pengguna) warnet dapat mengakses file-file yang bermuatan pornografi tersebut.
Jika kita melihat pada kasus tersebut, maka unsur “Dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan /atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan” telah terpenuhi. Berdasarkan fakta di persidangan, dan sesuai dengan keterangan saksi dan terdakwa sendiri, dan dengan adanya barang bukti yang diperoleh, maka saudara HERMAN JOSEPH bin IE HIE SOENG telah melanggar Pertama melanggar ketentuan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 45 ayat (1) yo Pasal 27 ayat (1) UU.RI.No.11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) atau Kedua melanggar ketentuan pasal 30 yo pasal 4 ayat (2) UU.RI.No.44 Tahun 2008 Tentang Pornografi, atau Ketiga melanggar pasal 282 ayat (1) dan (3) KUHP dan Majelis akan membuktikan unsur pasal 45 ayat (1) yo pasal 27 ayat (1) UU.RI.No.11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Eletronik, sesuai fakta yang diperoleh dipersidangan.
Kasus Pelanggaran UU ITE Pasal 27 Ayat 2
(Perjudian di internet)
Contoh kasus berkenaan dengan Pasal 27 ayat 1 UU ITE dapat kita lihat pada kasus berikut dengan putusan Nomor 211/Pid.Sus/2016/PN-Bna. Pada surat keputusan tersebut telah menyatakan terdakwa Wanda Syahputra Bin Burhanuddin Yusuf terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja tanpa hak membuat dapat diaksesnya infomasi Elektronik yang memiliki muatan perjudian.
Modus kejahatannya adalah terdakwa yang sudah hampir setahun bermain judi online dan berperan sebagai agen melalui situs yang terdakwa buka dengan nama Istana Impian2 dengan ID COSALINO dan Pasword WANDASARI123. Kemudian terdakwa mendistribusikan dokumen elektronik yang memiliki muatan perjudian dengan cara terlebih dahulu mengumpulkan dana/uang taruhan dari para pemasang lalu mendepositkan uang kerekening Istana Impian 2, kemudian terdakwa mengakses situs Istana Impian 2 melalui Hp terdakwa yang ber merk asus warna hitam, dan apabila sudah sudah masuk maka terdakwa menunggu nomor judi yang keluar, jika ada yang keluar maka istana Impian 2 akan mentransfer uang pemenang dan terdakwa akan memperoleh fee sebesar 25% dari tiap-tiap pemenang.
Kasus Pelanggaran UU ITE Pasal 27 Ayat 3
(Penghinaan dan atau pencemaran nama baik di internet)
Contoh kasus yang berkaitan dengan Pasal 27 ayat 3 UU ITE. Berdasarkan surat keputusan Nomor 45 /Pid.B/2012/PN.MSHmenetapkan bahwa saudara LECO MABA Alias LECO Alias ECON bersalah melakukan tindak pidana “Pencemaran nama baik/penghinaan” sebagaimana diatur dalam pasal 27 ayat 3 Jo pasal 45 ayat 1 Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2008 Informasi dan Transaksi Elektronik.
Modus kejahatannya adalah terdakwa melakukan pencemaran nama baik lewat facebook dengan menggunakan HP merek Nokia tipe 2220 sehingga pengguna facebook lainnya bisa melihat serta membaca tulisan/ status dari terdakwa tersebut. Tulisan dari terdakwa di facebook adalah “Telah hilang 1 (satu) buah kotak amal milik Panitia Pembangunan Mesjid Attaqwa Kampung Jawa yang berada di lokasi pembangunan mesjid, dan menurut saksi mata yang mencuri adalah saksi korban Kadir Rumuar”. Kadir Rumuar adalah korban pencemaran nama baik dan mengakibatkan saksi korban sempat sok dan menangis, saksi korban merasa malu di depan umum terutama pada masyarakat Kampung Jawa karena saksi korban merasa bahwa pemberitaan tersebut tidak benar seperti apa yang dituduhkan terdakwa.
Kasus Pelanggaran UU ITE Pasal 27 Ayat 4
(Pemerasan dan atau pengancaman melalui internet)
Kasus yang berkaitan dengan pasal ini seperti yang ada pada Surat Putusan Nomor 166/Pid.B/2015/PN.Pgp yang menetapkan bahwa saudara JUMRI ALS JUM BIN H. SAMIUN telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Melakukan Pengancaman Melalui Sarana Elektronik” sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 45 ayat (1) jo pasal 27 ayat (4) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Kasus Pelanggaran UU ITE Pasal 28E Ayat 1
(Penyebaran berita bohong dan penghasutan melalui internet)
Kasus ini berawal ketika seorang warga beragama Kristen berkelahi dengan warga Ambon lainnya yang beragama Islam. Kemudian warga Muslim tersebut berkata bahwa ia akan dibunuh oleh orang Kristen. Pernyataan itu sontak membuat Ambon terpecah menjadi dua, kubu orang Muslim dan kubu orang Kristen. Dalam beberapa menit saja kerusuhan sudah merebak ke mana-mana. Berbagai tempat dan desa-desa di sekitar tempat kejadian turut memanas-manasi konflik. Belasan gereja dan masjid terbakar akibat kerusuhan ini.
Kejadian ini mengakibatkan timbulnya fanatisme agama yang sangat kuat di daerah Ambon. Warga Islam di beberapa daerah kembali menyerang dan membunuh pendeta-pendeta Kristen. Warga Kristen juga tidak ingin kalah, mereka menangkap orang-orang Islam dan dibantai lalu dibakar. Kerusuhan kemudian menyebar ke luar Maluku, dengan bantuan dari kabar burung yang merebak ke pulau luar. Tentu saja kabar-kabar burung itu tidak benar, namun hal itu cukup untuk memancing emosi penduduk yang beragama Kristen dan Islam lainnya. Bentrok pun tak terhindarkan, terjadilah perang antar agama lain di luar area Ambon.
Kasus Pelanggaran UU ITE Pasal 28 Ayat 2
(Profokasi melalui internet)
Hal yang sama juga diutarakan oleh Direktur Eksekutif ICT Watch, Donny BU. Ia berpendapat, penggunaan Pasal 28 UU ITE terhadap Ahok tidak logis. Sebab, seperti disinggung di atas, UU ITE fokus kepada prosesnya, bukan orang atau individunya.
"Saya bilang enggak logis, seharusnya yang dikejar Pemprov-nya. Mekanisme (upload video ke YouTube) kan Pemprov-nya. Siapa yang bertanggung jawab, upload, segala macam," kata Donny kepadaKompasTekno.
"Bahwa Ahok Gubernurnya, iya, tetapi ini kan pemeriksanya atas nama Ahok as a person, bukan dia sebagai perwakilan institusi Pemprov," kata Donny.
Donny pun lebih menekankan agar Bareskrim Polri lebih fokus menangani kasus Buni Yani jika ingin menyangkutpautkan dengan UU ITE.
"Yang upload itu Pemprov, lalu yang mengeditnya (transkrip) Buni Yani. Buni Yani-nya kejar dululah," katanya. (Sumber:Tribunnews/Kompas.com)
Kasus Pelanggaran UU ITE Pasal 29 Ayat 1
Poltikus Partai Amanat Nasional (PAN), Eggy Sudjana telah resmi melaporkan politikus sekaligus caleg dari PDIP, Kapitra Ampera ke Badan Reserse Kriminal atau Bareskrim Polri, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (25/12/2018).
Laporan Bareskrim Polri tertuang dalam surat LP/B/1675/XII/2018/Bareskrim. Usai melapor Eggy berharap kepolisian dapat segera dapat menindaklanjuti laporannya tersebut.
Dalam laporan itu, Eggy juga membawa bukti saksi yang mendengar percakapan di telepon serta bukti screenshot dugaanpengancaman oleh Kapitra Ampera.
Dalam laporan itu, Kapitra dijerat Pasal Pengancaman Melalui Media Elektronik UU nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi Elektornik Pasal 29 Jo Pasal 45 ayat (3) Jo Pasal 55 KUHP
Kasus Pelanggaran UU ITE Pasal 30 Ayat 1
Empat anggota kelompok Saracen telah divonis bersalah dalam kasus SARA. Namun tidak demikian dengan Jasriadi yang digadang sebagai pemimpinnya. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru menyatakan Jasriadi bersalah dalam kasus akses ilegal.
Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Kota Pekanbaru, Riau, Jumat (6/4/2018) siang memvonis terdakwa Jasriadi dengan hukuman 10 bulan penjara. Jasriadi alias JAS bersalah atas akses ilegal terhadap sistem elektronik sesuai Pasal 30 ayat (1) Undang Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE.
Kasus Pelanggaran UU ITE Pasal 30 Ayat 2
(Carding & Scamming)
Subdit I Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri berhasil mengungkap kasus pencurian 4.000 data kartu kredit milik warga negara Australia. Dua pelaku bernama Dedek Saputra dan Adhitya Rahman, yang merupakan WNI, ditangkap.
"Ada 4.000 kartu kredit yang datanya diambil oleh tersangka. Yang sempat dibelanjakan yang kita ketahui ada sembilan. Dari sembilan, ini ada yang dibelanjakan lebih dari satu kali. (Nilai kerugian) yang sudah terdata AusD 20 ribu," kata Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Albertus Rachmad Wibowo saat jumpa pers di kantor Bareskrim, Jalan Jatibaru, Cideng, Jakarta Pusat, Selasa (28/8/2018).
Rachmad menjelaskan kedua tersangka mengambil data kartu kredit korban dengan mengirimkan e-mail spam. Dalam aksinya, tersangka Dedek mencuri data kartu kredit menggunakan aplikasi SQLi Dumper. Aplikasi itu bisa mendapatkan data-data e-mail dari pembeli barang-barang online yang menggunakan e-commerce Australia.
Setelah itu, tersangka mengirimkan berita atau iklan lewat e-mail. Ketika korban mengklik berita atau iklan tersebut, korban akan diarahkan ke halaman websitePayPal palsu yang sudah dibuat oleh tersangka Adhitya Rahman untuk memasukkan data-data yang berisi nomor kartu kredit, data diri, foto pribadi, dan foto kartu kredit depan belakang.
"Pelaku mempelajari aksi kejahatan ini secara autodidak," lanjut Rachmad.
Dari hasil kejahatan tersebut, tersangka membeli kamera GoPro, MacBook, ponsel, serta peralatan elektronik lainnya. Tersangka Adhitya Rahman memanfaatkan AS yang tinggal di Australia sebagai penerima barang-barang pesanan yang dikirimkan ke kantor pos terdekat dengan tempat tinggal AS di Australia yaitu MASCOT New South Wales 2020 dan Cairns, Queensland 4870.
Barang-barang tersebut kemudian dikirimkan ke Indonesia dengan cara dititipkan kepada orang yang akan kembali ke Indonesia. Sesampai di Indonesia, atas permintaan Adhitya, barang itu dikirimkan ke alamat tersangka Dedek melalui jasa pengiriman.
Kasus itu terungkap saat Bareskrim menerima surat dari Konsulat Jenderal Republik Indonesia Sydney Nomor 800091/SYDNEY/180424 perihal kasus pembelian online oleh WNI di Indonesia dengan menggunakan kartu kredit beberapa warga Australia. Selain itu, ada laporan Queensland Police Service Case soal list barang yang telah diterima oleh AS (warga negara Indonesia) di alamatnya, serta surat dari Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia Direktorat Jenderal Protokol dan Konsuler Nomor 08204/WN/05/20l8/06 Tanggal 8 Mei 2018.
AS awalnya menjalani persidangan di Cairns, Australia, atas sembilan tuduhan penipuan. Namun, setelah polisi berhasil menangkap pelaku utama di Indonesia, AS dibebaskan dan diharuskan membayar denda AusD 500.
"Setelah terungkap kasus ini melalui hubungan police to police, Bareskrim Polri dengan kepolisian Australia, kami sampaikan bahwa kami telah menangkap pelaku. Itu pun sudah disampaikan ke pengadilan. Yang bersangkutan tetap didenda dan itu cukup berat, karena yang bersangkutan juga masih mahasiswi," ujar Rachmad.
Atas perbuatannya, Dedek dan Adhitya dikenai Pasal 362 KUHP dan/atau Pasal 378 KUHP dan/atau Pasal 46 juncto Pasal 30 dan/atau Pasal 48 juncto Pasal 32 dan/atau Pasal 50 juncto Pasal 36 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 3, 4, 5, dan 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Keduanya terancam hukuman paling lama 20 tahun dan denda hingga Rp 10 miliar.
Kasus Pelanggaran UU ITE Pasal 30 Ayat 3
JAKARTA, KOMPAS.com — Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri telah menangkap pelaku pembobol situs Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Pelaku yang diketahui bernama Harison alias Chmod755 alias Setan Dari Surga asal Sumatera Utara. Kepada penyidik, Harison mengaku ingin membuktikan eksistensinya di dunia maya dengan membobol laman lembaga pemilu tersebut. “Tersangka ditangkap motivasinya hanya ingin menunjukkan eksistensinya di dunia maya. Ini loh aku sudah bisa hack, terobos,” kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen (Pol) Arief Sulistyanto di Mabes Polri, Rabu (8/1/2014). Arief menerangkan, pelaku beraksi dengan cara mengubah (defacing) tampilan situs DKPP.
Seperti diketahui, situs DKPP biasanya menampilkan tayangan kegiatan sidang sengketa pemilu. Namun, setelah diretas, situs tersebut berubah menjadi gelap dan hanya ada tulisan "MBT" berwarna merah yang menunjukkan kode alias pelaku. Meski terkesan tak terlalu berbahaya, Arief menambahkan, tindakan defacing yang dilakukan pelaku tetap dianggap sebagai sebuah tindakan pidana. Pasalnya, pelaku secara ilegal telah mengubah tampilan laman milik pihak lain. “Jangan dilihat sepelenya. Perbuatannya tetap masuk ke dalam sistem elektronik IT yang sudah dirancang orang lain itu ibaratnya masuk rumah tanpa izin,” katanya.
Komentar
Posting Komentar